Description
Juan Preciado menerima pesan terakhir dari ibunya yang tengah sekarat: ia diminta pergi ke sebuah kota bernama Comala dan mencari ayahnya, seorang laki-laki bernama Pedro Páramo. Ibunya selalu ingin kembali ke kota itu, menghabiskan sisa hidupnya dan meninggal dengan tenang di Comala—sebuah keinginan yang tak pernah terwujud. Dengan berbekal nama itu—Pedro Páramo—Juan Preciado datang ke Comala.
Di Comala, ia menemukan Pedro Páramo bukan sebagai sosok ayah yang baru diketahuinya di saat-saat terakhir hidup ibunya, melainkan sebagai sehampar sejarah kelam kota tersebut. Comala adalah sebuah kota yang dipenuhi bisikan dan bayangan, sebuah tempat yang tampaknya hanya dihuni oleh kenangan serta halusinasi. Dibangun di atas bayang-bayang kekuasaan keluarga Páramo, kota itu beserta para penghuninya harus hidup dengan menanggung kemiskinan serta penderitaan, dan mati dengan memikul kutukan untuk selamanya terombang-ambing sebagai jiwa-jiwa yang tak pernah mendapatkan pembebasan. Di Comala, roh mereka terlunta-lunta tanpa harapan di jalan-jalan lengang atau terjebak di antara puing-puing rumah yang ditinggalkan dan terbengkalai.
Batas tipis antara kehidupan dan kematian di kota itulah yang memungkinkan Juan Preciado berjumpa dengan arwah para penghuni Comala yang telah lama mati. Dari merekalah ia “menemukan” Pedro Páramo sebagai kronik kejatuhan sebuah tirani, kisah cinta yang ganjil dan musykil, serta intrik-intrik yang menyelubungi kebobrokan moral, politik, sosial, dan agama.