Ulama Bercanda, Santri Tertawa

Rp 55.000

Di NU dan pesantren, humor telah menjadi ‘tanda’, sebagaimana sarung atau kopyah. Bahkan ada yang berseloroh begini, humor itu menyempurnakan ke-NU-an dan kesantrian seseorang, persis seperti salat sunah rawatib yang menyempurnakan sembayang wajib. Subhanallah!

In stock

Description

Description

MOJOKSTORE.COM / Non Fiksi / Ulama Bercanda, Santri Tertawa (Hamzah Sahal)

+++

Humor, di kalangan pesantren dan NU, bukan saja menjadi alat penyegar suasana dan pemecah keseriusan, tapi juga menjadi ‘dalil’ atau argumentasi untuk mematahkan dalil-dalil kawan atau lawan bicara. Oleh karena menjadi dalil, dalam memainkan humor mereka serius, bukan cuma iseng.

Di NU dan pesantren, humor telah menjadi ‘tanda’, sebagaimana sarung atau kopyah. Bahkan ada yang berseloroh begini, humor itu menyempurnakan ke-NU-an dan kesantrian seseorang, persis seperti salat sunah rawatib yang menyempurnakan sembayang wajib. Subhanallah!

Almarhum Gus Dur sering dianggap jago pelontar humor, bahkan dinilai kiai pertama yang mengenalkan humor ala NU dan pesantren ke dunia luar. Bukan. Gus Dur bukan kiai pertama yang memperkenalkan humor ke dunia luar, meski memang sepertinya sampai hari ini, kiai yang bernama asli Abdurrahman Ad-Dakhil ini kualitas humornya kelas wahid, tidak ada bandingnya.

Lalu siapa orang pertama yang mengenalkan humorpesantren atau NU ke dunia luar? Saya tidak tahu. Susah menjawab pertanyaan ini, dan mungkin tidak penting juga untuk dijawab.

Tapi, kiai seperti almarhum Abdul Wahab Hasbullah, pendiri NU, terkenal pandai berkelakar. Ia bukan saja ingin melucu, tapi juga menjadikan humor sebagi dalil. Mbah Wahab, yang terkenal hokum fiqihnya longgar sering diprotes kiai-kiai, ditanya dalilnya kenapa melakukan ini dan itu.

Atas protes atau pertanyaan-pertanyaan yang susah dijawab, Mbah Wahab hanya menjawab, “Kayak Muhammadiyah saja Tanya dalil.” Kiai-kiai hanya tertawa mendengar jawabtersebut, tapi tidak berani bertanya lagi.

Saat Mbah Wahab menyerukan keharaman jadi ambtenaar Belanda dulu, para kiai bertanya, kenapa haram?

Mbah Wahab tidak menjawab pertanyaan dengan serentetan ayat-ayat Alquran, hadis atau teori-teori hukum, melainkan cukup dengan memlesetkan ambtenaar dengan antum fin nar, kalian di neraka!

Mendengar plesetan itu, kiai-kiai terpingkal-pingkal, dan menyetujui keharaman menjadi ambtenaar. Mbah Wahab tentu bias saja mengutip Alquran muhammadunrosulullahasyiddau ‘alal kuffar… Tapi beliau tidak melakukannya. Mengapa? Saya tidak tahu, jika ketemu dengan nyakelak di hari akhir, kita Tanya saja.

Additional information

Additional information

Weight 0,15 kg
Penulis

Hamzah Sahal

Penerbit

Pojok Cerpen

Tahun Terbit

2020

Jumlah Halaman

114

Dimensi

12 x 18 cm

Jenis Sampul

Soft Cover

ISBN

978-623-90624-6-0