Hei, Sobat Susi, kali ini Susi rampung juga membaca novel barunya Andrea Hirata, Orang-Orang Biasa. Novel ini tentu ditunggu-tunggu para pembaca karya-karyanya Andrea Hirata. Beberapa temen Susi menggemari karya-karya beliau, dan Susi pun akhirnya membaca novel tersebut agar dan supaya bisa cerita asyik bareng temen-temen. Hehe~
Mari kita mulai resensinya…
Sebelum membaca, Susi membayangkan bahwa isi novel ini yaa tentang orang pada umumnya (umumnya = biasa-biasa saja, kan?). Ternyata, bayangan seperti itu musnah sudah. Yang Susi temui dalam novel Orang-Orang Biasa adalah sehimpun orang yang bernasib sial. Sialnya, nasib sial itu mereka alami sejak kecil: menjadi sekumpulan murid bodoh dan miskin. Dan gara-gara bodoh dan miskin itu, mereka kena perundungan/bullying.
Nasib yang kurang sedap jika kita alami itu berlangsung hingga para tokoh mendewasa. Bukannya menduplikasi cara keluar dari kemiskinan layaknya sekuel Laskar Pelangi, Andrea Hirata sengaja membiarkan para tokohnya hidup dengan segala kelumit dan kelindan.
“… dalam hidup ini kita tidak selalu mengerjakan apa yang kita cintai. Namun, kita dapat belajar untuk mencintai apa yang kita kerjakan… “ (hlm. 22)
Ada tokoh yang ber-ortu tunggal, yang membesarkan anak-anaknya sembari menjajakan mainan. Ada pula yang menjual buku-buku di suatu kios namun pembelinya hampir nihil. Ada yang beranak-pinak dan berprofesi sebagai guru dengan gaji kecil.
Andrea Hirata selaku pencerita Orang-Orang Biasa memang menunjukkan kemahiran menulisnya; tentu itulah yang diharapkan pada karya ke-10-nya ini. Ia menjadi narator yang serba tahu tapi tidak sok tahu. Termasuk saat cerita masuk ke inti: rencana perampokan suatu bank.
Mulanya Dinah, satu dari sepuluh tokoh, mendapati anak perempuannya masuk ke fakultas kedokteran. Demi menuntaskan pembayaran biaya kuliah dokter yang sangat-sangat-sangat tidak murah, Dinah beserta sembilan temannya berencana merampok bank.
Eksplorasi ketololan dan kesialan tokoh-tokoh yang ditulis Andrea Hirata berjalan luwes. Yaa meskipun kita boleh-boleh saja menganggap reka cerita sebagai bualan semata, akan sangat asyik bila kita berandai-andai menjadi satu dua di antara tokoh rekaan itu.
Orang-Orang Biasa ini sebuah bacaan blockbuster, bagi Susi. Novel karya Pakcik—sapaan akrab Andrea Hirata—begitu menghibur jika kamu ingin membaca ketololan ‘orang-orang biasa’. Dapatkan di Mojok Store, ya, Sobat Susi!~