novel-puthut-ea-cinta-tak-pernah-tepat-waktu
Diari

Susi dan Bacaannya #1: Emangnya Cinta itu Beneran Tak Pernah Tepat Waktu?

Belum lama ini, Susi selesai mbaca novelnya Puthut EA, kepala suku Mojok.co, yang judulnya Cinta Tak Pernah Tepat Waktu. Kata punya kata, novel itu pertama kali terbit tahun 2005, yah kira-kira waktu Susi masih kecil, masih asyik-asyiknya menikmati lagu-lagu Sheila on 7 dan Vagetoz, dan belum kenal dengan dunia cinta yang sedih dan penuh luka…

Sampai tahun 2019 ini, buku itu sudah beralih terbit dari beberapa penerbit ke penerbit Buku Mojok. Susi dapet novel Cinta Tak Pernah Tepat Waktu pas Mojokstore.com lagi ada promo buku-buku Puthut EA.

Jadi gini, di novel itu, Susi sebenarnya kasihan sama tokoh “aku”. Kasihaaaan bingit. Andai “aku” ada di dunia nyata, Susi mau ngasi puk-puk dan mendengarkan keluhan “aku” yang barangkali tidak tertampung dalam novel Cinta Tak Pernah Tepat Waktu. Apalagi, “aku” ini kan cowo. Dan Susi bisa membayangkan kalau “aku”, meski ia kasihan bingit, itu cukup tampan untuk dipamerkan kepada teman ciwi-ciwiku, orangtuaku, maupun kalean-kalean semua para tuna asmara!!! (Maafkan Susi, ya!)

Tapi, ya, itu tadi. “Aku” itu cowo yang kasihan bingit. Meski tampan, cintanya itu kandas semua-mua. Kalau kalian itu cowo yang kurang tampan, mesti punya anggapan “Mending nggak ganteng tapi punya kekasih, daripada tampan tapi menuai luka.” HIYA!

“…kenangan bisa datang dari apa saja, dari mana saja seperti setan. Ia bisa menyentak ketika sedang mengaduk minuman. Ia bisa menerabas lewat adegan kecil di film. Ia bisa menyeruak dari deskripsi novel yang sedang kita baca. Ia bersemayam di mana-mana .”
(hlm. 166)

Bab-bab awal novel Cinta Tak Pernah Tepat Waktu, menurut Susi, rada menyebalkan juga. Tokoh “aku” terkesan pemalas dan pesimis. Sifatnya juga mudah mencintai dan memberi harapan kepada banyak cewe. Sebagai cewe baik-baik, Susi jelas benci macam cowo kek gitu.

Tidak niat untuk menjalin hubungan yang serius adalah sebuah kebencian tersendiri bagi cewe-cewe. Bukannya fokus menyembuhkan luka di masa lalu, kok malah nambah kerumitan cinta. Untungnya, tokoh “aku” sadar kalau ia kudu berdamai dengan masa lalu terlebih dahulu sebelum menyemai cinta yang baru.

Susi suka novel Cinta Tak Pernah Tepat Waktu karena novel ini membicarakan cinta tanpa kemenyean. Ya bisa diiblang, novel cinta yang berbeda, lah, ya… Buat kamu yang pernah patah hati: tenang, novel ini bisa jadi pelipur kalian. Buat kamu yang sedang patah hati: siap-siap aja, novel ini bisa bikin kalian menangis… Hiks. Susi, sih, nggak menangis. Cuman mbrangbangi

Selesai mbaca novel Cinta Tak Pernah Tepat Waktu, Susi tetap bertanya-tanya, emangnya cinta itu beneran tak pernah tepat waktu, ya? Pertanyaan itu jelas nggak terjawab gamblang oleh tokoh “aku”.

Setidaknya, tokoh “aku” sedikit membuka pencerahan Susi, sih, melalui quote yang cocok dikutip di Instagram kalian atau disablon jadi kaos: Jangan pernah mencoba untuk mencari penggantinya sebelum kamu yakin benar bahwa kamu telah sembuh. (hlm. 179)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *